Beberapa waktu lalu di televisi ditayangkan iklan kesehatan mengenai “Bukan Batuk Biasa”, batuk terus menerus selama dua sampai tiga pekan. Batuk tersebut dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Ya, itulah TB atau Tuberkulosis.
TB ini penyakit yang mudah
menular lewat percikan ludah. Maka sangat bagus jika penderita TB menggunakan
masker untuk mengurangi jangkauan penularannya. Seseorang yang terkena percikan
ludah dari penderita TB tidak serta merta mengidap TB, faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi
(gizi buruk). Namun kuman TB ini tetap bertahan dalam tubuh dan bisa saja menjadi
aktif saat daya tahan tubuh menurun.
TB sendiri dapat disembuhkan dengan mudah, asalkan penderita mengikuti
alur pengobatannya secara tuntas. Ketidakteraturan penderita dalam meminum obat
maupun adanya kesalahan petugas dalam pemberian dosis, paduan, lama
pengobatan dan kualitas obat
kepada pasien dapat menyebabkan resistensi. Resistensi ini memiliki beberapa
tingkatan, mulai dari yang resisten obat TB, TB Multi Drug Resistance (TB-MDR)
hingga TB Extensively Drug Resistance
(TB-XDR). Resistensi ini tentunya
menyulitkan petugas kesehatan dalam mengobati pasien karena dibutuhkan dosis
yang lebih tinggi lagi ketika penderita telah kebal dengan suatu obat, panduan
yang lebih rumit serta harga obat yang mahal. Lebih menyusahkan lagi untuk
pasien karena semakin lama menderita penyakit ini dan harus mengkonsumsi obat
lagi secara rutin setiap hari hingga dia
sembuh dan mengalami efek samping yang lebih parah dibanding TB biasa. Meminum obat
secara rutin memiliki tantangan tersendiri, mulai dari lupa, malas, dan
akhirnya acuh pada kesembuhannya sendiri. Lebih menyusahkan lagi bagi orang
lain yang tinggal di sekitar penderita TB resisten ini karena kemungkinan
tertular menjadi TB-MDR. Penderita TB-MDR menularkan kepada orang lain dengan
keparahan yang sama dengannya, tentu pengobatannya pun juga harus dengan dosis
yang lebih tinggi dibandingkan TB biasa.
Kebetulan karena suatu tugas kuliah saya berkunjung ke rumah penderita
TB-MDR, awalnya was-was dan ragu ketika akan berkunjung ke rumah beliau. Saya
menggunakan masker meskipun awalnya takut kalau beliau tersinggung, tapi
setelah saya pikir kesehatan jangka panjang saya lebih berharga sehingga saya
tetap menggunakan masker. Sesampainya di rumah beliau saya menangkap dari
kondisi ventilasi rumah yang tidak bagus dan terlalu rapatnya jarak antar
rumah. Setelah saya masuk beliau tidak mau ditemui langsung sehingga saya
berbincang dengan saudaranya. Memang penderita yang satu ini agak bandel dalam
meminum obat, diapun seorang pemabuk. Beruntung istrinya sangat telaten
melayaninya.
Kita sebagai orang yang berpotensi tertular hendaknya cukup waspada
dengan orang di sekitar kita yang batuk entah batuk itu TB atau bukan, tidak
perlu terlalu dekat bahkan kalau kita kenal dengan orang tersebut kita minta
tolong agar dia menggunakan masker saat dia batuk ataupun menutup mulutnya saat
batuk. Selain itu kita juga mengupayakan makan makanan yang sehat dan
berolahraga untuk menjaga kestabilan imun kita. Penting juga menghindari untuk
tidak membeli makanan yang terbuka di pinggir jalan. Jika kita mengenal orang yang
menderita TB hendaknya kita pahamkan agar dia merasa kasihan jika orang lain
tertular karenanya, apalagi dengan tingkat keparahan yang sama. Menganjurkannya
menaati pengobatan TB dan juga memisahkan alat makan dan alat lain yang mungkin
menularkan TB selama dia masih dalam tahap pengobatan. Tetaplah mensupport dia
bahwa penyakitnya akan sembuh…
Referensi :
http://www.medindia.net/health-infographics/images/Drug-resistant-TB.jpg
http://blog.tbindonesia.or.id/?p=278
http://blog.tbindonesia.or.id/?p=278
http://www.tbindonesia.or.id/tb-mdr/
Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI